Maju mundurnya suatu
bangsa bisa ditinjau dengan kebiasaan baca dan menulisnya. Jepang,
amerika, dan singapura mereka semua maju tak lain karena minat baca yang mereka
miliki sangat tinggi. Apabila rendahnya minat dan kemampuan membaca masyarakat
kita sebagaimana terwakili oleh anak-anak dalam beberapa penelitian di atas
dibiarkan sampai pada suatu saat tetap status quo maka dalam persaingan global
kita akan selalu ketinggalan dengan sesama negara berkembang, apalagi dengan
negara-negara maju lainnya. Kita tidak akan mampu mengatasi segala persoalan
sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lainnya selama SDM kita tidak
kompetitif, karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, akibat
lemahnya kemauan dan kemampuan membaca.
Pengalaman pahit telah menerpa bangsa kita pada
pertengahan tahun dalam bulan Juli 1997. Akibat krisis moneter yang melanda
kawasan Asia Tenggara dan Kawasan Asia Timur maka ekonomi kita telah
tercabik-cabik.
Perkelanaan krisis ekonomi kita terlalu panjang waktunya
bila dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara dan kawasan Asia
Timur. Korea Selatan, Thailand,
Malaysia
dan Singapura, mampu mengatasi krisis ekonomi bangsanya relatif dalam waktu
pendek hanya sekitar 2 – 3 tahun saja. Mereka telah mempunyai SDM yang
kompetitif, unggul, kreatif, siap menghadapi segala bentuk perubahan sosial,
ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Mereka telah siap jauh-jauh waktu sebelum
diberlakukanya perdagangan bebas kawasan ASEAN tahun 2003 yaitu Asean Free
Trade Area (AFTA) atau perdagangan bebas dalam kawasan Asia Pasifik yaitu Asia
Pacific Ekonomic Cooperation (APEC) yang akan dimulai pada tahun 2020
mendatang. Kesiapan SDM Unggul itulah sebagai kunci kemampuan suatu bangsa
dalam menghadapi segala bentuk tantangan
baik dari dalam maupun dari luar.
Kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan
ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA)
pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar
Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan
ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan
ke 30.
Data di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent
Greannary yang dikutip oleh Worl Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan
“Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar
kita hanya mampu meraih kedudukan paling
akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan
Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang
memperoleh nilai 75.5.
Melihat urian diatas, Maka pimred Al-Azhar beserta
crew yang lain sangat ingin memajukan pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil
dengan minat baca dan tulis-menulis
kawan-kawan. Jadi lahirnya Demangan News tak lain sebagaimana yang telah
teuraikan untuk memajukan pondok
pesantren Syaichona Moh. Cholil. Dan juga
adanya Demangan News merupakan wadah kreasi bagi kawan-kawan.
Sementara hubungan antara Al-Azahar dengan Demangan News tak
ubahnya seperti seorang kakak dan adik yang selalu setia menemani kawan-kawan.
Ttd.
AS’AD
Pimpinan
redaksi Demangan News